Bukan masalah nama Miangas atau Las Palmas, karena selain dua sebutan itu, pulau kecil di wilayah administratif Propinsi Sulawesi Utara, perbatasan Indonesia Filipina juga memiliki sejumlah nama lokal. Menarik, karena pulau yang pernah dipersengketakan Amerika Serikat (yang kala itu menjajah Filipina) dengan Kerajaan Belanda (yang juga menjajah Nusantara atau Hindia Belanda) dan diputuskan oleh DR. Max Hubert, arbitrator tunggal Mahkamah Arbitrase Internasional, 4 April 1928, adalah bagian dari wilayah Hinda Belanda dan itu berarti milik Kerjaan Belanda.
Setelah Indonesia lepas dari penjajah Belanda, demikian pula halnya dengan Filiipina lepas dari penjajahan Amerika, pihak pemerintah Filipina meskipun telah menetapkan batas wilayahnya berdasarkan Traktat paris 1898 dalam Konstitusinya, tetapi mereka mengakui keputusan Arbitrase Internasional di atas. Pengakuan ini diperjelas dalam Border Crossing Agreement antara Indonesia dan Filipina yang ditandatangani tahun 1956 (mengakui pulau Miangas sebagai pos litas batas di pihak Indonesia).
Sejak Indonesia dikalahkan oleh Malaysia dalam soal kepemilikan wilayah Sipadan – Ligitan, tiba-tiba pulau Miangas mendapat perhatian media. Dibandingkan dengan dua pulau di perbatasan yang berdekatan dengannya yaitu pulau Marore dan pulau Marampit, Miangaslah yang paling banyak dipermasalahkan, kemudian dikunjungi dan mendapat perhatian besar dari pemerintah pusat dan propinsi.
Buku ini memaparkan keberadaan pulau Miangas dari sisi sejarahnya, untuk memberikan informasi tentang salah satu aset negara yang berbatasan dengan negara lain.
Sejarah Wilayah Perbatasan: Miangas – Filipina 1928 – 2010
Penulis: Alex J.Ulaen, Triana Wulandari & Yuda B. Tangkilisan
Tahun Terbit: 2012
ISBN: 978-602-8986-49-6
Harga: Rp 105.000,-/eks
Deskripsi
Sinopsis:
Bukan masalah nama Miangas atau Las Palmas, karena selain dua sebutan itu, pulau kecil di wilayah administratif Propinsi Sulawesi Utara, perbatasan Indonesia Filipina juga memiliki sejumlah nama lokal. Menarik, karena pulau yang pernah dipersengketakan Amerika Serikat (yang kala itu menjajah Filipina) dengan Kerajaan Belanda (yang juga menjajah Nusantara atau Hindia Belanda) dan diputuskan oleh DR. Max Hubert, arbitrator tunggal Mahkamah Arbitrase Internasional, 4 April 1928, adalah bagian dari wilayah Hinda Belanda dan itu berarti milik Kerjaan Belanda.
Setelah Indonesia lepas dari penjajah Belanda, demikian pula halnya dengan Filiipina lepas dari penjajahan Amerika, pihak pemerintah Filipina meskipun telah menetapkan batas wilayahnya berdasarkan Traktat paris 1898 dalam Konstitusinya, tetapi mereka mengakui keputusan Arbitrase Internasional di atas. Pengakuan ini diperjelas dalam Border Crossing Agreement antara Indonesia dan Filipina yang ditandatangani tahun 1956 (mengakui pulau Miangas sebagai pos litas batas di pihak Indonesia).
Sejak Indonesia dikalahkan oleh Malaysia dalam soal kepemilikan wilayah Sipadan – Ligitan, tiba-tiba pulau Miangas mendapat perhatian media. Dibandingkan dengan dua pulau di perbatasan yang berdekatan dengannya yaitu pulau Marore dan pulau Marampit, Miangaslah yang paling banyak dipermasalahkan, kemudian dikunjungi dan mendapat perhatian besar dari pemerintah pusat dan propinsi.
Buku ini memaparkan keberadaan pulau Miangas dari sisi sejarahnya, untuk memberikan informasi tentang salah satu aset negara yang berbatasan dengan negara lain.
Produk Terkait
Sejarah Wilayah Perbatasan: Satu Ruang Dua Tuan, Satu Selat Dua Nahkoda (Edisi Lux)
Buy NowSejarah Wilayah Perbatasan: Batam – Singapura 1824 – 2009
Buy NowSejarah Wilayah Perbatasan: Entikong – Malaysia 1845 – 2009
Buy Now