Suatu perubahan signifikan dialami para petani di Indramayu. Kini, mereka tidak hanya menjadi pembeli benih yang diproduksi pemerintah, tetapi juga menjadi produsen benih, hasil persilangan benih-benih padi yang dilakukannya sendiri. “Bisa Dewek” atau “Mampu Melakukan Sendiri”, itulah yang menjadi judul film etnografi yang diproduksi bersama dengan antropolog-antropolog muda Indonesia sebagai media untuk memperoleh pengakuan pemerintah atas keterampilan mereka menjadi pemulia tanaman. Bagian pertama buku ini menyajikan kisah kolaborasi petani dengan para antropolog serta fenomena yang terwujud seputar kerja sama itu. Bagian kedua memaparkan hasil penelitian etnografi para antropolog dalam mengulas fenomena perubahaan pengetahuan dan keterampilan petani sebagai “pemulia tanaman” dalam berbagai dimensi. Film etnografi Bisa Dewek serta film kedua yang mengisahkan perjuangan petani dan hasilnya: Ngerogrog Wite, Murag Uwohe (Menggoyang- goyang Batang Pohom, Rontoklah Buahya) melengkapi narasi para penulis buku ini.
“Kami menyambut gembira buku ini yang merupakan salah satu hasil penelitian Yunita Winarto sebagai Academy Professor Indonesia. Academy Professorship Indonesia merupakan program kerja sama ilmiah Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) dan Royal Netherlands Academy of Arts and Sciences (KNAW) yang memiliki tujuan utama meningkatkan daya penelitian dasar di Indonesia. Dalam penelitiannya, Yunita Winarto menerapkan pendekatan inovatif dan lintas disiplin yang berdasarkan team work. Baik dalam tulisan maupun film etnografinya kita menyaksikan interaksi dan kerja sama antara petani pemulia, ilmuwan, dan penguasa. Kita menjadi saksi usahanya dalam memahami kompleksitas kehidupan petani. Seharusnya, petanilah yang menjadi titik tolak untuk menyukseskan program penanaman padi jangka panjang yang berdasarkan pengetahuan lokal dan khas Indonesia”.
(Roger Tol – Direktur KITLV Jakarta dan Sekretaris Program Academy Professorship Indonesia.)
Buku ini merupakan gambaran konktrit peranan antropologi dalam kajian pembangunan masyarakat Indonesia. Metode partisipasi observasi yang khas antropologi dalam kajian masyrakat pedesaan, ditambah dengan etnografi visual yang mendukungnya, sangat tepat diterapkan untuk mengaji dan membangun kemandirian petani dalam meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Menjadi petani pemulia tanaman adalah salah satu contohnya”.
(Bambang Shergi Laksmono – Guru Besar Kesejahteraan Sosial dan Dekan Fakultas Ilmu Sosial – Ilmu Politik Universitas Indonesia)
Ethnographic Film:
Bisa Dewek This Film is a highly sophisticated product involving the collaboration of a large number of people and it marks a significant development in the history of Indigenous ethnographic film making. The Camera work and editing has been done by trained professionals who have collaborated with Indonesia anthropologists (including ANU-trained Yunita Winarto) to produce a visual ethnography that, in the classic tradition of our proession, gives prominence to the ‘native point of view’. In this case, the perspective is that of rice farmers striving to redeem some of the ancestral knowledge lost as a result of the GR [Green Revolution], but using Westren scientific techniques. This film repays close analysis as a visual ethnography and is a must for any stunden of modern Indonesia agriculture or of rice in general. It Could also be profitably used in courses of culture and development [The Asia Pacific Journal of Anthropology 2009, 10(1):68—-69]
(Chris Gregory – School of Archeology and Anthropology, Faculty of Arts Australian National University)
Bisa Déwék: Kisah Perjuangan Petani Pemulia Tanaman di Indramayu
Penyunting: Yunita T. Winarto
Tahun Terbit: 2011
ISBN: 978-602-8986-04-2
Halaman: XXVII + 362
Harga: Rp 152.000,-/eks
Deskripsi
Sinopsis:
Suatu perubahan signifikan dialami para petani di Indramayu. Kini, mereka tidak hanya menjadi pembeli benih yang diproduksi pemerintah, tetapi juga menjadi produsen benih, hasil persilangan benih-benih padi yang dilakukannya sendiri. “Bisa Dewek” atau “Mampu Melakukan Sendiri”, itulah yang menjadi judul film etnografi yang diproduksi bersama dengan antropolog-antropolog muda Indonesia sebagai media untuk memperoleh pengakuan pemerintah atas keterampilan mereka menjadi pemulia tanaman. Bagian pertama buku ini menyajikan kisah kolaborasi petani dengan para antropolog serta fenomena yang terwujud seputar kerja sama itu. Bagian kedua memaparkan hasil penelitian etnografi para antropolog dalam mengulas fenomena perubahaan pengetahuan dan keterampilan petani sebagai “pemulia tanaman” dalam berbagai dimensi. Film etnografi Bisa Dewek serta film kedua yang mengisahkan perjuangan petani dan hasilnya: Ngerogrog Wite, Murag Uwohe (Menggoyang- goyang Batang Pohom, Rontoklah Buahya) melengkapi narasi para penulis buku ini.
“Kami menyambut gembira buku ini yang merupakan salah satu hasil penelitian Yunita Winarto sebagai Academy Professor Indonesia. Academy Professorship Indonesia merupakan program kerja sama ilmiah Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) dan Royal Netherlands Academy of Arts and Sciences (KNAW) yang memiliki tujuan utama meningkatkan daya penelitian dasar di Indonesia. Dalam penelitiannya, Yunita Winarto menerapkan pendekatan inovatif dan lintas disiplin yang berdasarkan team work. Baik dalam tulisan maupun film etnografinya kita menyaksikan interaksi dan kerja sama antara petani pemulia, ilmuwan, dan penguasa. Kita menjadi saksi usahanya dalam memahami kompleksitas kehidupan petani. Seharusnya, petanilah yang menjadi titik tolak untuk menyukseskan program penanaman padi jangka panjang yang berdasarkan pengetahuan lokal dan khas Indonesia”.
(Roger Tol – Direktur KITLV Jakarta dan Sekretaris Program Academy Professorship Indonesia.)
Buku ini merupakan gambaran konktrit peranan antropologi dalam kajian pembangunan masyarakat Indonesia. Metode partisipasi observasi yang khas antropologi dalam kajian masyrakat pedesaan, ditambah dengan etnografi visual yang mendukungnya, sangat tepat diterapkan untuk mengaji dan membangun kemandirian petani dalam meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Menjadi petani pemulia tanaman adalah salah satu contohnya”.
(Bambang Shergi Laksmono – Guru Besar Kesejahteraan Sosial dan Dekan Fakultas Ilmu Sosial – Ilmu Politik Universitas Indonesia)
Ethnographic Film:
Bisa Dewek This Film is a highly sophisticated product involving the collaboration of a large number of people and it marks a significant development in the history of Indigenous ethnographic film making. The Camera work and editing has been done by trained professionals who have collaborated with Indonesia anthropologists (including ANU-trained Yunita Winarto) to produce a visual ethnography that, in the classic tradition of our proession, gives prominence to the ‘native point of view’. In this case, the perspective is that of rice farmers striving to redeem some of the ancestral knowledge lost as a result of the GR [Green Revolution], but using Westren scientific techniques. This film repays close analysis as a visual ethnography and is a must for any stunden of modern Indonesia agriculture or of rice in general. It Could also be profitably used in courses of culture and development [The Asia Pacific Journal of Anthropology 2009, 10(1):68—-69]
(Chris Gregory – School of Archeology and Anthropology, Faculty of Arts Australian National University)
Produk Terkait
Dinamika Kelas Kreatif dari Kota Bandung
Buy Now